Pernahkah kita mendengar istilah label atau cap? Label atau cap yang diberikan pada seseorang karena perbuatan atau perilakunya.
Misalnya seorang anak yang mendapat sebutan "si nakal" karena kerap membangkang dan tidak mau mendengarkan nasihat orang tuanya. Atau " si pintar" karena dia kerap rangking satu sekolah." "Si pemalas" karena dia tidak pernah mau mengerjakan tugas-tugas dan cenderung lamban.
Dalam istilah psikologi, hal-hal semacam ini dinamakan labeling atau singkatnya semacam pemberian identitas pada seseorang, berdasarkan ciri-ciri tertentu. (menurut ahlinya )
Kita pun pasti tidak terluput dari label yang diberikan oleh teman-teman kita. Bahkan, mungkin kita juga yang membuat label terhadap teman-teman kita sendiri. Misalnya "Si Tukang pinjem duit" 😆, "Si Rakus", "Si Pemarah", "Si Sensi", "Si Heboh", "Si Bawel", "Si Kucing", dll. Dengan label ini secara tidak langsung membantu kita mengkategorikan jenis orang. Tetapi di sisi lain, tidak baik pula dampaknya pada yang diberi cap atau label. Kalau labelnya bagus sieh, mungkin tidak masalah.
Menurut penelitian psikologi, pembelian label atau cap terhadap anak mau baik atau buruk sebenarnya sama saja. Lebih baik untuk tidak memberikan label, tapi mengatakan apa adanya, dengan diarahkan secara baik.
Saya sendiri pun tidak luput dengan istilah diberi label di rumah atau dimana pun saya berada. Labelnya tuh di pikiran kita, di mana label itu ga langsung kita panggil ke orangnya, tapi sudah ada di map of our mind. Bisa juga langsung disebutkan (ini yang to the point banget, dan mungkin ga kita sadari dilakukan kalau sedang marah). Alhasil yah, kita jadi terkesan judging atau menghakimi orang itu, padahal belum tentu kan dia akan seperti cap yang diberikan itu selamanya. Terus belajar untuk bersikap obyektif, karena ini ga mudah loh. Sekali seseorang kena label untuk melepaskan diri dari label itu butuh perjuangan luar biasa. Harus ada proses pembuktian kalau ada perubahan, yang beda dari cap atau label yang diberikan.
But as a teacher, saya selalu melihat anak sebagai kertas putih, ga bisa kita menilai atau judging dia seperti apa, harus kita yang mengarahkan dan membentuk, mau dibawa kemana pribadi anak ini.Sebenarnya anak-anak yang diberikan label mempunyai tekanan tersendiri dalam diri mereka, kalau label positif ya tekanan untuk mempertahankan prestasi. Kalau label negatif, anak cenderung menjadi rebel atau membangkang, atau ada rasa tertolak dalam dirinya tanpa disadari. Pada anak, tahapan perubahannya bisa lebih cepat, tergantung kondisi emosi dan psikologisnya juga. Kalau dewasa agak susah ya, berdasarkan pengalaman saja sieh. Tapi nothing is impossible, tidak ada yang mustahil.Yuk berusaha lebih obyektif, with, no labelling. God bless you! (AYS)
Misalnya seorang anak yang mendapat sebutan "si nakal" karena kerap membangkang dan tidak mau mendengarkan nasihat orang tuanya. Atau " si pintar" karena dia kerap rangking satu sekolah." "Si pemalas" karena dia tidak pernah mau mengerjakan tugas-tugas dan cenderung lamban.
Dalam istilah psikologi, hal-hal semacam ini dinamakan labeling atau singkatnya semacam pemberian identitas pada seseorang, berdasarkan ciri-ciri tertentu. (menurut ahlinya )
Kita pun pasti tidak terluput dari label yang diberikan oleh teman-teman kita. Bahkan, mungkin kita juga yang membuat label terhadap teman-teman kita sendiri. Misalnya "Si Tukang pinjem duit" 😆, "Si Rakus", "Si Pemarah", "Si Sensi", "Si Heboh", "Si Bawel", "Si Kucing", dll. Dengan label ini secara tidak langsung membantu kita mengkategorikan jenis orang. Tetapi di sisi lain, tidak baik pula dampaknya pada yang diberi cap atau label. Kalau labelnya bagus sieh, mungkin tidak masalah.
Menurut penelitian psikologi, pembelian label atau cap terhadap anak mau baik atau buruk sebenarnya sama saja. Lebih baik untuk tidak memberikan label, tapi mengatakan apa adanya, dengan diarahkan secara baik.
Saya sendiri pun tidak luput dengan istilah diberi label di rumah atau dimana pun saya berada. Labelnya tuh di pikiran kita, di mana label itu ga langsung kita panggil ke orangnya, tapi sudah ada di map of our mind. Bisa juga langsung disebutkan (ini yang to the point banget, dan mungkin ga kita sadari dilakukan kalau sedang marah). Alhasil yah, kita jadi terkesan judging atau menghakimi orang itu, padahal belum tentu kan dia akan seperti cap yang diberikan itu selamanya. Terus belajar untuk bersikap obyektif, karena ini ga mudah loh. Sekali seseorang kena label untuk melepaskan diri dari label itu butuh perjuangan luar biasa. Harus ada proses pembuktian kalau ada perubahan, yang beda dari cap atau label yang diberikan.
But as a teacher, saya selalu melihat anak sebagai kertas putih, ga bisa kita menilai atau judging dia seperti apa, harus kita yang mengarahkan dan membentuk, mau dibawa kemana pribadi anak ini.Sebenarnya anak-anak yang diberikan label mempunyai tekanan tersendiri dalam diri mereka, kalau label positif ya tekanan untuk mempertahankan prestasi. Kalau label negatif, anak cenderung menjadi rebel atau membangkang, atau ada rasa tertolak dalam dirinya tanpa disadari. Pada anak, tahapan perubahannya bisa lebih cepat, tergantung kondisi emosi dan psikologisnya juga. Kalau dewasa agak susah ya, berdasarkan pengalaman saja sieh. Tapi nothing is impossible, tidak ada yang mustahil.Yuk berusaha lebih obyektif, with, no labelling. God bless you! (AYS)
No comments:
Post a Comment